Sensor mungkin memang memiliki kegunaan yang cukup banyak
diantaranya adalah untuk melindungi privasi dan budaya, mengurangi unsur
rasisme, membatasi anak terhadap hal-hal yg tidak senonoh, dan membentengi
moral. Namun, apakah itu semua selalu benar dalam penerapannya? Pada kesempatan
kali ini, mari kita membahas mengenai kasus sensor-menyensor yang pernah terjadi di Indonesia maupun luar
negeri.
1. Kasus buku anak berjudul “Ada Luka di Wibeng”
"Pokoknya asal mau sama mau gak masalah kok", Akta menegakkan telinga.
"Eh, tapi harus tahu trik-trik jitunya. Jangan sampai
hamil, dan kena penyakit kelamin. Gawat kan kalo kita kena gituan?".
"Eh, ini nih ...ada cara praktis yang manjur. Udah
banyak yang ngebuktiin"
Berikut adalah beberapa penggalan
kalimat yang ada di buku anak berjudul “Ada Luka di Wibeng”. Tertera di halaman 93, buku karangan
Jazimah Al Muhyi, terbitan Era Adi Cipta Media ini bahkan memiliki gambar cover
yang terkesan religius. Namun mengapa sampai ada kalimat-kalimat yang tak lolos
sensor seperti itu? Bahkan buku ini merupakan salah satu buku yang didrop ke
SD-SD di kabupaten Kebumen. Hal ini jelas membuat warga sekitar menjadi resah.
Ternyata setelah diteliti lebih lanjut, si
penulis menyatakan bahwa novel itu memang ditujukan kepada para remaja. Jelas
jika dilihat pada covernya memang berlabel “teenagers”. Justru buku ini
menyarankan para pembacanya agar tidak melakukan free sex. Kesalahan pada kasus
ini adalah pada pendistribusiannya. Sudah jelas tertulis “teenagers” tetapi
bisa mengapa bisa sampai masuk ke perpustakaan SD. Hal ini menjadi pekerjaan
rumah bagi para pengurus SD setempat untuk lebih mengontrol buku-buku yang
masuk ke dalam sekolah mereka agar tidak terulang lagi kejadian yang seperti
ini.
2. Album instrumental diberi label “parental advisory”
Album
berjudul Jazz From Hell milik Frank Zappa yang di publish tahun 1986
mendapatkan label “parental advisory”. Anehnya, album ini bahkan tidak memiliki
lirik sama sekali atau hanya instrumental saja. Lagu-lagu di album ini dianggap
memiliki sinyal-sinyal yang dapat meninggalkan efek tidak baik bagi imajinasi
pendengarnya. Pemberian label ini bukan disebabkan oleh perintah dari Parents Music Resource Center (PMRC) ataupun organisasi lainnya
melainkan murni dari pihak The Meyer Music
Markets (sebuah rantai retail rekaman di Northwest Pacific).
3. Sensor Internet di China
Diawali dengan terjadinya tragedi Tiananmen
Square di tahun 1989, yaitu sebuah aksi protes yang diprakarsai oleh para
pemuda China demi melawan adanya inflasi Beijing, prospek karir yang terbatas,
dan korupsi oleh partai elit. Mereka menyuarakan kebebasan berbicara dan
kebebasan pers. Protes ini berakhir dengan pembunuhan masal sebanyak 4000
sampai 6000 rakyat jelata oleh para badan pengaman negara.
Pemerintah China kemudian
memutuskan untuk menyembunyikan tragedi ini dari masyarakatnya. Mereka pun
kemudian membatasi informasi yang tersebar di internet dengan cara menyuap
situs-situs pencarian terkenal seperti Google dan Yahoo!. Sensorship ini
digunakan untuk mencegah masyarakat China dari pengetahuan mengenai
kesalahan-kesalahan saat ini dan kesalahan masa lalu yang pernah dilakukan oleh
Partai Komunis yang dapat menyebabkan golongan anti-pemerintahan.
Pencarian kalimat "Tiananmen Square" pada proxy China:
Begitu juga apabila melakukan pencarian di Yahoo!
Ya, pada mesin pencari online diatas sama-sama tidak menampilkan hal-hal yang bersangkutan dengan tragedi protes Tiananmen Square. Yang ada hanyalah pengenalan mengenai apa itu Tiananmen dan informasi-informasi general lainnya. Pemerintah China benar-benar membuat kesalahan mereka menjadi tidak terlihat. Jenis sensor yang seperti inilah yang sebenarnya paling berbahaya. Hanya masyarakat sajalah yang dituntut untuk berpikir selalu kritis dan diharapkan lebih aware dengan kasus-kasus seperti ini.
0 komentar:
Posting Komentar